Fakta-Fakta Kesesatan JIL (Jaringan Islam Liberal)
Menangkal Bahaya JIL
“Mereka ingin memadamkan cahaya
(agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap
menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci.” (At-Taubah:32)
Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamien.
Shalawat dan salam semoga tetap Allah
curahkan atas Nabi Muhammad, keluarganya, para sahabatnya, tabi’in,
tabi’it tabi’in dan para pengikutnya yang setia dengan baik sampai akhir
zaman.
Amma ba’du. Tulisan ini sebagai bantahan
terhadap lontaran-lontaran aneh yang menyesatkan dari orang-orang firqah
liberal (JIL; Jaringan Islam Liberal, Paramadina -yayasan bentukan
Nurcholish Madjid cs kini dipimpin Azzumardi Azra rektor UIN/
Universitas Islam Negeri Jakarta, sebagian orang NU -Nahdlatul Ulama,
sebagian orang Muhammadiyah, sebagian orang IAIN -Institut Agama Islam
Negeri, dan lain-lain. Juga bantahan terhadap isi buku “Fikih Lintas
Agama” yang ditulis oleh tim sembilan penulis Paramadina di Jakarta
bekerjasama dengan yayasan orang kafir, The Asia Foundation yang
berpusat di Amerika..
Tim penulis paramadina sembilan orang itu
adalah; Nurcholish Madjid, Kautsar Azhari Noer, Komarudin Hidayat,
Masdar F. Mas’udi, Zainun Kamal, Zuhairi Misrawi, Budhy Munawar-Rahman,
Ahmad Gaus AF dan Mun’im A. Sirry. Mereka menulis buku yang judul
lengkapnya; “Fikih Lintas Agama Membangun Masyarakat Inklusif-Pluralis”.
Cetakan: I, September 2003.
Mereka itu secara terang-terangan
mengusung keyakinan inklusif pluralis alias menyamakan semua agama, dan
secara blak-blakan memang mereka sengaja membuka jati diri mereka bahwa
meskipun mengaku Islam namun juga mengakui bahwa aqidah mereka berbeda.
Kalau mereka meyakini aqidah yang berbeda
itu tanpa menyelewengkan pengertian ayat-ayat Al-Qur’an, As-Sunnah
(Hadits Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam), menghujat ulama,
memelintir perkataan ulama, meninggikan tokoh-tokoh non Islam bahkan
anti agama, dan menggiring umat ke filsafat yang tak punya landasan itu
serta hanya untuk mereka ‘nikmati’ sendiri bukan dipropagandakan; maka
urusannya masih sebatas urusan mereka.
Urusan orang-orang tertentu dan terbatas
yang lokasi kumpulnya di sekitar Ciputat, Pondok Indah, dan Utan Kayu
Jakarta. Namun “aqidah yang berbeda” itu mereka pasarkan dengan
cara-cara menyelewengkan pengertian ayat-ayat Al-Qur’an, As-Sunnah,
menghujat ulama, memelintir perkataan ulama, meninggikan kedudukan dan
suara serta tingkah tokoh-tokoh kafir bahkan sangat anti agama,
mengekspose penyelewengan sebagian tokoh dijadikan sample/ contoh untuk
dicarikan jalan keluarnya berupa penghalalannya, dan menggiring umat
Islam untuk tidak meyakini Islam secara semestinya.
“Aqidah yang berbeda” itu memerlukan “Fikih yang berbeda” pula.
Mereka sendiri yang menyatakan itu, bahwa yang aqidahnya eksklusif maka
Fikihnya eksklusif pula, sedang mereka (kaum liberal) yang aqidahnya
inklusif pluralis alias menyamakan semua agama, maka memerlukan Fikih
pluraris pula. Mereka buatlah ramai-ramai (9 orang) sebuah buku setebal
274 halaman dengan judul “Fikih Lintas Agama”.
Sesuai dengan sifatnya ‘yang berbeda’,
maka Fikih Lintas Agama itu pun berbeda dengan fikih hasil ijtihad para
ulama. Di antara perbedaannya bisa disimplifikasikan/ disederhanakan
sebagai berikut:
1.Dibiayai oleh lembaga orang kafir dan duit lembaga pendana itu dari orang kafir.
2.Ditulis oleh orang-orang yang
latar belakang keilmuannya bukan ilmu fikih, namun rata-rata menggeluti
filsafat atau perbandingan agama, atau tasawuf, atau ilmu kalam (bukan
ilmu Tauhid). Kalau toh tadinya belajar ilmu fikih di Fakultas
Syari’ah seperti Masdar F Mas’udi (salah satu dari 9 orang tim Penulis
FLA Paramadina) pada perjalanan terkininya bukan lagi menekuni studi
jurusan Fikih tetapi filsafat.
3.Cara ber-istidlal (mengambil
dalil untuk menyimpulkan hukum) tidak ada konsistensi, sehingga
antagonistis, bertabrakan satu sama lain.
4.Tidak jujur.
5.Memperlakukan ayat-ayat Al-Qur’an semau mereka.
6.Pendapat yang sangat lemah pun dijadikan hujjah,
lalu disimpulkan satu ketentuan, dan ketentuan yang berdasarkan
pendapat sangat lemah itu kemudian untuk menghukumi secara keseluruhan.
Akibatnya, hukum dibalik-balik, yang haram jadi halal.
7.Pembolak-balikan itu untuk mempropagandakan “aqidah dan Fikih yang berbeda” yaitu di antaranya:
Ulama diposisikan sebagai orang durjana
Orang kafir naik kedudukannya hingga suaranya bisa dijadikan hujjah untuk membantah ulama, bahkan bisa-bisa untuk membantah hadits bahkan naik lagi bisa untuk membantah ayat Al-Qur’an.
Orang kafir berhak nikah dengan Muslim dan Muslimat.
Orang kafir berhak mendapatkan waris dari orang Muslim.
Orang Muslim tidak boleh menegakkan syari’at Islam dalam kehidupan siyasah.
Orang Muslim dalam kehidupannya hanya boleh diatur pakai selain syari’at Islam.
Muslim dan kafir sama, namun jangan bawa-bawa agama untuk mengatur hidup ini. Ini artinya, aturan dari orang kafir harus dipakai, sedang aturan dari Allah tak boleh dipakai.
Itulah “aqidah yang berbeda” maka
memerlukan “Fikih yang berbeda” pula. Dan itulah Fikih yang pembuatan
dan penerbitannya dibiayai oleh orang kafir.
Propaganda kepentingan kafirin namun
lewat jalur ilmu Islam praktis yakni Fikih inilah sebenarnya persoalan
dalam pembicaraan ini. Namun kalau hanya dikemukakan bahwa itu upaya
mengusung kepentingan orang kafir, lalu tidak disertai bukti-bukti
hujjah yang nyata, maka persoalannya bisa mereka balikkan. Bahkan
membalikkannya pun bisa pakai ayat atau hadits dengan disesuaikan dengan
kepentingan mereka. Lalu khalayak ramai, kafirin plus sebagian umat
Islam yang hatinya ada penyakitnya, bisa-bisa serta merta
memberondongkan serangan yang menyakitkan, bukan sekadar kepada orang
yang mengecam Paramadina namun bisa jadi terhadap Islam itu sendiri.
Sumber: http://assahab.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar