===========================================================================================================================

Rabu, 30 Mei 2012

Membongkar Kesesatan Ingkar Sunnah [bagian pertama]



Kelompok Ingkar Sunnah [terkadang juga menggunkan nama Ingkar Hadits, Pengajian Qur’ani atau istilah yang semakna-red] adalah salah satu istilah atau nama lain dari satu aliran di Indonesia yang mengaku Islam. Inti dari ajaran kelompok ini adalah meyakini Islam hanya berpegang dengan Al Qur’an saja dan menolak Hadits Sunnah Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam , sejak semula kemunculannya- sekitar tahun 1980-an- aliran ini telah banyak menimbulkan keresahan karena menyebarkan pemikiran sesatnya ke tengah umat baik di Indonesia maupun negeri muslimin lainnya. Guna membantah pemikiran sesat ini kami nukilkan terjemah dari kitab Dirasat fi Al Firaq : Al Qur’aniyyun Wa Syubhatuhum Haula As Sunnah – dengan  tambahan dari beberap kitab lainnya- yang membongkar kesesatan Aliran Quraniyyun yang pada awalnya muncul dan berkembang di Pakistan, India dan sekitarnya, termasuk di Indonesia, [bahkan aliran sesat ini kembali merebak diantaranya melalui jaringan internet dan milis-milis bernuansa Islam -red ] namun ini sesungguhnya penipuan yang dilakukan oleh kaum sesat Ingkar Sunnah. Inilah bantahan terhadap syubhat sesat mereka.

Syubhat pertama:

tersimpulkan dalam perkataan mereka :

“ Cukuplah bagi kami Kitabulloh (saja) karena didalamnya telah disebutkan semua urusan agama beserta penjelasan dan perinciannya, sehingga kaum muslimin tidak perlu lagi sunnah sebagai sumber syariat dan tidak perlu lagi mengambil hukum-hukum darinya.” Ungkapan ini seperti diucapkan oleh Abdulloh bin Abdullah Al Jakrawali- berasal dari Punjab, Pakistan, yang merupakan salahs atu tokoh aliran Quraniyyun yang mengingkari Sunnah secara total !. pernyataan yang semakna banyak disebutkan oleh pengikut aliran ini.
Bantahan

Tidaklah disangkal kalau Al Qur’an meilputi seluruh pokok-pokok syariat dan menyebutkan sebagian perkara rinci-meskipun jumlahnya sedikit-. Adapun tuduhan mereka bahwa Al Qur’an menyebutkan seluruh perkara kecil mapun besar, maka itu merupakan kedustaan terhadap Al Qur’an yang tidak bisa diterima dalam kenyataan didalam Al Qur’an. Kalau benar perkataan mereka maka, dimana letak keterangan jumlah sholat fardlu yang lima waktu sehari semalam serta jumlah rekaat masing-masingnya, mana pula nishob (batas kewajiban terendah dalam zakat ) zakat kambing, sapi, unta, emas perak, ini sebagai contoh, justru perkara yang semacam ini telah dilimpahkan kepada Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam untuk menjelaskannya tentu saja dengan petunjuk dari Alloh Azza wa Jalla . kalau Al Quran telah mencakup segala perincian dan detail yang dibutuhkan dalam urusan agama sebagaimana yang mereka nyatakan, niscaya Alloh Azza wa Jalla tidak memerintahkan RosulNya untuk menjelaskannya kepda manusia dan tidak pula memerintahkan kaum muslimin untuk mentaati Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam agar melaksanakan apa yang diperintahkan dan menjauhi apa yang dilarangnya.

Sesungguhnya Alloh Azza wa Jalla tidak menyebutkan dalam Al Quran  bagian-bagian terperinci dari syariat, tetapi Alloh Azza wa Jalla menjelaskan dalam kitabNya prinsip-prinsip, sember-sumber (pokok), kaidah-kaidah, dan dasar-dasar yang bersifat umum. Dan diantara prinsip-prinsip yang Alloh Azza wa Jalla jelaskan adalah (kewajiban) mengamalkan Sunnah Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam , sebagaimana dalam firmanNya,

“Apa yang diberikan Rosululloh kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.” [QS Al Hasyr 7].

Mungkin yang menyebabkan mereka terjatuh kedalam syubhat ini adalah kesalahpahaman mereka terhadap firman Nya,

“Akan tetapi, (Al Qur’an) membenakan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu.” [QS Yusuf 111].

Mereka memahami makna kata “ Tafshiil” dalam ayat surat Yusuf ini dengan bahasa (daerah) mereka – yakni bahasa Urdu [bahasa yang digunakan oleh bangsa India, Pakistan dan sekitarnya]- yang berati ‘penetapan bagian-bagian rinci’. Padahal dalam bahasa arab makan tafshiil adalah”penjelasan dan penerangan’. Maka, menerapkan makna menurut bahasa urdu ke dalam makna bahasa ayat untuk menafsirkan/memahami Al Quran merupakan kesalahan fatal yang menjatuhkan mereka kedalam penyimpangan.

Para Ahli tafsir menjelaskan bahwa makna “tafshiil kulli syaiin” pada ayat diatas bermakna “ (berisi) penjelasan dan penyebutan pokok-pokok syariat” Berkata Imam Ath Thabari -rahimahullah- ,”Ia juga (berarti) penjelasan segala yang dibutuhkan oleh hamba berupa penjelasan tentang perintah Alloh Azza wa Jalla , laranganNya, halal dan haram serta ketaatan dan ketundukan.” [lihat Tafsir Ath Thabari XIII/91]

Imam Asy Syaukani -rahimahullah- berkata,” yang dimaksud ayat tersebut bukanlah perkara-perkara umum, akan tetapi maksudnya adalah pokok-pokok dan undang-undang dsar (hukum agama)” [lihat Fathul Qodir III/61]

Sehingga jelaslah bahwa pengertian dan makna “Tafshiil” (yang berarti menjelaskan) maksudnya adalah kesempurnaan Al Qur’an yang mengandung semua pokok syariat, tanpa merinci bagian-bagian dengan menyebutkan yang kecil dan yang besar dalam perkara dunia dan akherat.


Syubhat kedua:

Mereka menyatakan bahwa “Sunnah bukanlah wahyu dari Alloh Azza wa Jalla , namun merupakan perkataan manusia yang dinisbatkan kepada Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam dengan cara penipuan dan pemalsuan, dimana wahyu tidak memiliki campur tangan dalam hal kemunculan Sunnah tersebut dari Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam dan bahwa tidak ada satupun wahyu yang turun kepada beliau Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam selain Al Qur’an.”

Abdulloh bin Abdulloah Al Jakralawi berkata “ Sesungguhnya kita tidak diperintahkan kecuali untuk mengikuti wahyu yang oAll turunkan. Seandainya kita anggap benar penisbatan beberapa hadits kepada Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam dengan jalur (periwayatan) yang pasti, maka betapa pun shahihnya penisbatan itu tetap tidak diwajibkan untuk diikuti karena dia bukanlah wahyu yang diturunkan dari Alloh Azza wa Jalla “

Bantahan

Alloh Azza wa Jalla telah menyampaikan dan menjelasakan kepada makhlukNya kedudukan Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam dalam menyampaikan agamanya,

“Seandainya dia (Muhammad ) mengada-adakan sebagian perkataan atas (nama) Kami, niscaya benar-benar kami pegang dia pada tangan kanannya, kemudian benar-benar Kami potong tali urat nadi jantungnya, Maka sekali-kali tidak ada seorang pun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami) dari pemotongan urat nadi itu.” [QS Al Haqah 44-47]

Ayat ini menjelaskan bahwa seandainya Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam membuat-buat dan berdusta atas nama Alloh Azza wa Jalla –dan ini mustahil dilakukan oleh Rosululloh- selain apa yang dikabarkan Allah, sungguh keinginan itu  sangat sulit untuk dilakukan pada saat itu. Adalah suatu kebodohan berbuat seperti itu karena merupakan kekerasan dan suatu yang menyakitkan yang tidak baik kesudahannya. Apakah terbayang beliau mengeluarkan pernyataan halal, haram, taqyid, dan tafshil dalam agama yang dibangun diatas hawa nafsu dan keinginan buruk setelah adanya peringantan dan ancaman yang keras dari Alloh Azza wa Jalla dalam ayat diatas kepada Nabi yang ummi (tidak membaca dan menulis), apalagi beliau terkenal sebagai pribadi jujur dan terpercaya.

Maka tidak ada aktifitas, sikap diam, dan ucapan Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam yang terkait dengan pensyariatan melainkan sesuai dengan kehendak Alloh Azza wa Jalla . Tidak mungkin keluar dari beliau ucapan, perbuatan dan diamnya dalam perkara yang berhubungan dengan agama melainkan dengan adanya pengajaran dan penjelasan dari Alloh Azza wa Jalla kepada beliau. Sementara tidak ada jalan menuju pengajaran tersebut dan (tidak ada jalan pula) bagi makhluk untuk berhubungan dengan penciptanya kecuali (melalui) wahyu dengan pemahaman yang benar sesuai dengan Islam.

Seandainya memngamalkan Sunnah tidaklah diridhai Allah, lantas mengapa terjadi kejayaan/masa keemasan pada masa permulaan Islam dan mengapa Allah memuji nabiNya di dalam Al Qur’an ,

“Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” [QS An Najm 3-4].

Al Qurthubi menyatakan dalam tafsir ayat ini.”Ayat ini menunjukkan bahwa Sunnah adalah wahyu yang diturunkan dari Alloh Azza wa Jalla .”[lihat Al Jami’ li ahkamil qur’an VII/6255]

 Syubhat Ketiga

Menurut mereka, mengikuti Sunnah dan melaksanakannya merupakan suatu kesyirikan terhadap hukum Alloh Azza wa Jalla , Alloh Azza wa Jalla telah melarangnya di dalam Al Qur’an, dalam firmanNya,” Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah.”.

Berkata si pendusta (Abdullah Al Jakralawi),” Anjuran untuk mengikuti sumua ucapan, perbuatan, dan ketetapan para Rasul –padahal sudah ada kitab Allah- merupakan penyakit lama di masa lampau. Sungguh Alloh Azza wa Jalla telah membersihkan para Rosul dan NabiNya dari hadits-hadits itu, bahkan Allah jadikan hadits-hadits itu sebagai kekufuran dan kesyirikan.”

Bantahan :

Betapa beraninya mereka terhadapa Alloh Azza wa Jalla dan terhadap Sunnah Rosululloh Sholallahu ‘Alaihi Wassalam. Apakah para Rosul idutus untuk menghidupkan (menyebarkan) kesyirikan atau bahkan memberantasnya ?. Bukankah berhukum engan sunnah itu merupakan bentuk penerapan hukum-hukum Al Qur’an. Alloh Azza wa Jalla berfirman,

“Maka demi Rabb-mu, mereka pada hakekatnya tidak beriman hingga sampai mereka menjadikan kamu sebagai hakim atas perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” [QS An Nisa’ 65].

Alloh Azza wa Jalla sendiri bersumpah dalah ayat ini dengan Dzat-Nya,” seseorang tidak akan merasakan nikmatnya iman selama dia tidak merasa ridha dengan keputusanmu, wahai Muhammad . Kemudian orang-orang yang berhukum kepadamu tidak merasa berat dan tertekan atas apa yang engkau putuskan terhadap mereka, justru mereka wajib mentaatimu dan bersegera melaksanakan –keputusan- hukummu.”

Apakah kemudian berhukum dengan hukum Alloh Azza wa Jalla dengan hukum yang ditetapkan Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam dalam memutuskan dan melerai pertikaian seperti yang Alloh Azza wa Jalla kabarkan-dalam firmanNya- mengantar kepada kesyirikan ?. Justru, berhukum dengan hukum Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam merupakan (bentuk pengamalan) tauhid dan penerapan hukum-hukum Alloh Azza wa Jalla , bahkan hukum Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam adalah hukum Alloh Azza wa Jalla juga.

Setelah Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam wafat, tibalah tahapan berhukum kepada sunnahnya karena berhukum kepada sunnahnya sma dengan berhukum kepada Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam sendiri (secara langsung). Menampakkan keridhaan terhadap keputusan hukum sunnahnya , asma seperti ridha kepada hukumnya di saat (beliau ) masih hidup. Dan kita tidak dapat menerapkan apa yang diperintahkan di dalam ayat tersebut melainkan dengan cara yang telah disebutkan diatas. Dengan demikian ayat tersebut mengisyaratkan perihal berhukum dengan Sunnah Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam setelah wafat beliau. Seandainya ayat diatas tidak menunjukkan (perintah) berhukum kepada As Sunnah- sebagaimana yang mereka klaim- tentu keberadaan kata “ berhukum kepadamu” tidaklah benar, demikian juga pada kata “ yang kamu putuskan” (dalam firmanNya diatas. dan semestinya yang kita dapatkan adalah  lafadz kata “ sampai mereka berhukum kepada Al Qur’an.” dan lafadz kata “ terhadap apa yang diputuskan Al Qur’an” atau bentuk –bentuk ungkapan lain yang semakna.

Sedangkan dalil mereka dengan ayat ,” Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah.” yang mereka gunakan untuk mengeluarkan Sunnah dari hukum Allah adalah dalil yang tidak sesuai pada tempatnya, karena ayat tersebut sebenarnya terdapat di tiga tempat dalam Al Qur’an yakni : pertama , Surat  Al An’am: 57 : ayat ini berkaiatan dengan sebagai jawaban atas permintaan orang-orang kafir yang meminta diturunkan ayat dengan segera, maka Alloh Azza wa Jalla menurunkan ayat ini untuk menjelaskan bahwa kehendak turunnya ayat hanya ada pada Allah bukan para RosulNya. Kedua; Surat Yusuf :40, yang mengisahkan nasehat Nabi Yusuf Alaihisalam kepada dua temannya dipenjara agar meninggalkan kesyirikan dan bahwa beribadah kepada berhala merupakan kedustaan dan sikap mengada-ada terhadap Allah, Ketiga Surat Yusuf :67, berisi kisah tentang nasehat Nabi Ya’qub Alaihisalam kepada anak-anaknya bagaimana adab mendatangi raja, dan jika ada sesuatu yang tidak menyenangkan yang menimpa mereka, maka itu adalah qodha dan qodar Allah dan bahwa itu adalah jalan yang ditempuh oleh hamba-hamba yang saleh.

ketiga ayat tersebut tidak sama sekali menunjukkan apa yang merka katakan dan tidak ada hubungannya sama sekali.

Justru kesyirikan ada pada mereka tatkala mereka menyatakan Sunnah Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam bukanlah wahyu dari Alloh Azza wa Jalla karena mereka tunduk kepada ketetapan hawa nafsu dan akal kebodohan mereka, sementara mereka menolak hukum Allah dalam kitabNya yang mewajibkan ketaan kepada RosulNya dengan cara melaksanakan apa yang Rosul perintahkan dan menjauhi apa yang dilarangnya. [lihat QS Ali Imron :32, An Nisa 80, Al Hasyr 7].


Syubhat keempat.

Mereka mengatakan,” bagi Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam Sunnah bukanlah syariat, dan hal ini telah difahami oleh para sahabat. Karena itulah mereka dilarang untuk menulisnya.”

Barwiz [yaitu Ghulam Ahmad Barwiz bin Fadhluddin 1903 M, berasald ari Qodian, India bagian timur. Salah satu penyebar pemahaman Inkar hadits], berkata,” Seandainya dahulu Sunnah adalah bagian dari agama niscaya Alloh Azza wa Jalla telah memperlakukannya sepeti memperlakukan Al Qur’an dalam hal penulisan, penghafalan (penjagaan), dan pengulangan, Beliau tidak akan meninggal dunia melainkan setelah selesai semua misi yang merupakan bagian dari agama, karena keberadaan sebagai seorng nabi mengharuskan untuk menyampaikan agama kepada umatnya dalam bentuk yang terjaga. Beliau Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam menjaga Al Qur’an dengan semua cara yang bisa dilakukan dan tidak melakukan sesuatupun untuk sunnahnya, bahkan melarang untuk menuliskannya.

“ Janganlah kalian menuliskan dariku selain Al Qur’an. Barangsiapa menulis sesuatu dariku selain Al Qur’an maka hendaknya dia menghapusnya.” [HR Muslim 18/129-syarah An Nawawi]

Bantahan :

Kerancuan (syubhat) mereka ini tidak dibangun diatas ilmu dan ma’rifat, melainkan diatas kedengkian dan pengingkaran terhadap kebaikan. Sesungguhnya sandaran mereka ini terputus dan tidak beralasan. Tidakkah mereka mau melihat sebentar saja-untuk (kebaikan)mereka sendiri- dalam kitab-kitab sunnah serta sejarah Islam, dan bagaimana semangat Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam mengajarkan dan  memahamkan kepada para Shohabat rodliallohu anhum tentang urusan-urusan agama mereka, baik dengan ucapan maupun perbuatan. Kemudian kehidupan amaliah beliau merupakan pendorong terbesar aagar kita berpegang dengan sunnahnya dan menerapkannya dalam segala aspek kehidupan. Nabi Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam senantiasa memberikan petunjuk kepada para Shohabat rodliallohu anhum  dalam hal-hal yang mereka tanyakan dan (terkadang) menyelanginya dengan nasehat/peringatan dari satu waktu ke waktu yang lainnya, baik dalam setiap khutbh jumat, hari-hari raya, saat-saat penting, maupun acara-acara terntentu. Sebagaimana kehidupan rumah tangga beliau merupakan memori yang lain yang menukil Sunnah dalam kehidupan rumah tangga beliau.

Seandainya Sunnah bagi Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam bukanlah syariat dan agama, tentulah perhatian beliau tidak akan sedemikian besar terhadap Sunnah ini dan tentu beliau tidak akan menempuh berbagai cara yang memungkinkan untuk menyebarkannya pada waktu itu. Al Bukhori -rahimahullah- meriwayatkan dalam hadits rombongan (utusan) Abdul Qois –-Rodliallohu anhu- setelah Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam memberi sambungan (yang baik) dan mengajarkan beberapa perkara agama, beliau Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam bersabda,

“Hafalkan (hal ini) dan khabarkanlah (ajarakanlah) kepada kaum kalian” [ HR Bukhori I/30].

Seandainya kehidupan beliau bukanlah agama dan ucapannya bukanlah syariat tentulah beliau tidak akan memerintahkan mereka untuk menghafalkan dan menyampaikannya. Tidak akan ada perintah-perintah untuk mengikutinya yang bersumber dari beliau, seperti dalam sabdanya,

“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku sholat.” [ HR Bukhori I/155].

Begitu pula hadits-hadits lainnya yang tidak meungkin disebutkan satu per satu.

Beliau Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam pun tidak akan pernah marah manakala ada sedikit keberpalingan dari Sunnahnya. Beliau bersabda,

“Seandainya aku mengetahui dari awal perkara apa yang akan terjadi kemudian tentu aku tidak akan membawa al Hadyu (yakni-hewan kurban bagi yang menunaikan haji tamattu atau qiran).” [HR Muslim IV/37]

Beliau tidak akan memerintahkan seluruh sahabat untuk menyampaikan kepada yang tidak hadir apa yang beliau sampaikan ketika haji wada’,

“Hendaknyalah yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir.” [HR Bukhori I/24].

Bagaimana (mereka bisa mengatakan) bahwa As Sunnah bukan syariat, (padahal) di atasnyalah tegak bangunan agama. Kalau tidak ada As Sunnah, bagaimana umat ini bisa menerapkan kebanyakan hukum-hukum Al Quran. Cukuplah As Sunnah menjadi kebanggaan tatkala Alloh Azza wa Jalla menjadikannya sebagai jalan untuk bertemu denganNya, bagi mereka yang mengharapkan ampunan serta surgaNya.

“ Sesungguhnya telah ada pada diri Rosululloh itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat.” [QS Al Ahzab 21].

mengenai dalih bahwa Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam melarang menulis ucapan-ucapan beliau,” Janganlah kalian menulis ucapan-ucapanku.” Hal ini sesuai untuk kondisi yang terjadi pada awal masa Islam. Pada masa itu (wahyu) Al Quran masih terus turun, disamping langkanya tulis menulis di tengah masyarakat arab- suatu hal yang tidak tersembunyi bagi siapa yang mempelajari sejaran mereka dimasa itu- maka demi kehati-hatian, Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam melarang shohabatnya menulis ucapan-ucapannya karena khawatir akan tercampur dengan Al Qur’an. Tetapi kemudian beliau mengijinkan untuk menulisnya, ketika telah aman dari ketercampuran (dengan al Qur’an) sebagaimana dalam riwayat yang shahih bahwa beliau memerintahkan (para sahabatnya) menuliskan (hadits)nya untuk Abu Syah. {lihat kisah selengkapnya dalam syarah Nawawi XVIII/129).

Karena Itulah, larangan Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam untuk memcatat Sunnahnya bukanlah alasan untuk mengeluarkan Sunnah sebagai syariat [lihat Al Qur’aniyyun hal 223-230].


Syubhat Kelima.

Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam hanya memberikan pengarahan kepada Shohabat rodliallohu anhum yang hadir bersamanya (bertemu dengannya) sesuai dengan kondisi mereka saja, sehingga dihasilkan berbagai bentuk hadits yang sesuai dengan situasi dengan situasi dan kondisi pada masa itu, di mana situasi dan kondisi seperti itu sudah tidak ada pada masa-masa sekarang,[maksudnya : AsSunnah tidak lagi relevan untuk masa sekarang ini –red].

Bantahan

Al Qur’an menyebutkan bahwa dakwah Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam  bersifat umum dan menyeluruh, tidak terhenti dengan berhentinya wahyu mapun kematiannya. Dakwah beliau ditujukan untuk seluruh mukallaf dan semua manusia, mencakup bangsa Arab dan non Arab. Sekalipun di dalamnya terdapat pernyataan yang khusus ditujukan untuk kaum musyrikin Arab yang membendung langkah dakwah Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam , yang sehingga dikeluarkanlah hukum-hukum yang berkaitan dengan mereka bergantung kepada jalan yang mereka tempuh secara khusus. Namun hukum-hukum tersebut –menurut ijma’- tidaklah terbatas pada pribadi-pribadi mereka saja, melainkan juga berlaku bagi siapa saja yang semisal dengan perilaku mereka yang menyimpang. Di samping bahwa Al Quran telah membantah dan menentang syiar-syiar masyarakat Arab yang berupa kesyirikan, peribadatan kepada berhala dan nadzar kepada selain Alloh Azza wa Jalla . Tidak bisa dikatakan bahwa,”bantahan-bantahan tersebut ditujukan kepada kaum musyrikin Arab saat itu, sehingga (hukumnya) khusus untuk mereka dan tidak bisa diberlakukan untuk pelaku-pelaku yang sama setelah mereka, karena (kaidah mengatakan) ‘yang menjadi patokan adalah keumuman lafalnya bukan kekhususan sebab’. Dengan begitu, hukum suatu ayat yang bersangkutan dengan kaum musyrikin-saat itu- juga berlaku untuk orang-orang yang sesudah mereka tanpa terikat oleh waktu atau pernyataan tertentu.

Oleh karena itu, kaum muslimin sepakat bahwa pernyataan serta hukum-hukum Al Quran dan As Sunnah itu bersifat umum dan menyeluruh, tidak dikhususkan untuk suatu umat saja, karena keumuman pernyataan Al Quran mengharuskan pula keumuman pernyataan As Sunnah. Alloh Azza wa Jalla berfirman,

“ Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.” [QS Saba 28].

Mengkhususkan penerapan perintah dan arahan Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam untuk satu kelompok orang atau waktu tertentu merupakan pengkhususan yang tidak berpatokan kepada dalil lagi tidak bisa diterima oleh akal sehat, karena risalah yang beliau Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam bawa bersifat umum dan menyeluruh bagi semua manusia.


-Insya Allah bersambung-


sumber Al Fatawa vol 10 Th 1/1424 H,  dirangkum dari kitab ‘ Al Quraniyyun wa Syubhatuhum Haula As Sunnah” karya Khadim Husain Ilahi Najsy cet 1 Th 1409 H/1989M, Maktabah Ash Shidiq, Thaif  KSA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar