Kisah Sahabat Nabi: Abdullah bin Amr, Ahli Ibadah yang Rajin Tobat
Abdullah
bin Amr lebih dulu masuk Islam ketimbang bapaknya, Amr bin Ash. Dan
semenjak ia dibaiat dengan menaruh telapak tangan kanannya di telapak
tangan kanan Rasulullah SAW, hatinya tak ubahnya seperti cahaya Subuh
yang cemerlang diterangi nur Ilahi dan cahaya ketaatan.
Sejak
awal Abdullah memusatkan perhatiannya terhadap Al-Qur'an. Setiap turun
ayat, maka dihapalkan dan diusahakan untuk memahaminya, hingga setelah
semuanya selesai dan sempurna, ia pun telah hapal seluruhnya.
Abdullah
telah ditakdirkan Allah menjadi seorang suci dan rajin beribadah. Tak
satu pun kekuatan di dunia ini yang mampu menghalangi terbentuknya bakat
yang suci ini dan tertanamnya nur Ilahi yang telah ditakdirkan bagi
dirinya.
Apabila
tentara Islam maju ke medan laga untuk menghadapi orang-orang musyrik
yang melancarkan peperangan dan permusuhan, maka ia akan dijumpai berada
di barisan terdepan.
Ketika
perang telah usai, ia akan ditemui di mana lagi, kalau tidak masjid
atau mushola rumahnya. Ia berpuasa di waktu siang dan mendirikan shalat
di waktu malam. Lidahnya tak kenal akan percapakan soal dunia, walaupun
yang tidak terlarang. Sebaliknya, lidahnya tiada henti berdzikir kepada
Allah, bertasbih dan memuji-Nya.
Untuk
mengetahui betapa jauhnya Abdullah terlibat dalam ibadah, cukuplah kita
perhatikan Rasulullah yang sengaja datang menyeru manusia untuk
beribadah kepada Allah, terpaksa campur tangan agar ia tidak sampai
keterlaluan dan berlebihan. Demikianlah salah satu pelajaran yang dapat
ditarik dari kehidupan Abdullah bin Amr.
Suatu
hari Rasulullah memanggilnya, dan menasihatinya agar tidak berlebihan
dalam beribadah. Rasulullah SAW bertanya, "Kabarnya engkau selalu puasa
di siang hari tak pernah berbuka, dan shalat di malam hari tak pernah
tidur? Cukuplah puasa tiga hari setiap bulan!"
Abdullah berkata, "Saya sanggup lebih banyak dari itu."
"Kalau begitu, cukup dua hari dalam seminggu."
"Aku sanggup lebih banyak lagi."
"Jika demikian, baiklah kamu lakukan puasa yang lebih utama, yaitu puasa Nabi Daud, puasa sehari lalu berbuka sehari!"
Dan
benarlah ketika Abdullah bin Amr dikarunia usia lanjut,
tulang-belulangnya menjadi lemah. Ia selalu ingat nasihat Rasulullah
dulu. "Wahai malang nasibku, kenapa dulu tidak melaksanakan keringanan
dari Rasulullah."
Pada
saat terakhir, Rasulullah menasihatinya agar tidak berlebih-lebihan
dalam beribadah sambil membatasi waktu-waktunya. Amr bin Ash, bapaknya,
kebetulan hadir. Rasulullah mengambil tangan Abdullah dan meletakkannya
di tangan bapaknya. "Lakukanlah apa yang kuperintahkan, dan taatilah
bapakmu!" pesan Rasulullah SAW.
Dan
sepanjang usianya, sesaat pun Abdullah tidak lupa akan kalimat pendek
itu, "Lakukanlah apa yang kuperintahkan, dan taatilah bapakmu!"
Dan
ketika terjadi Perang Shiffin (perang antara Ali dan Muawiyah), Amr bin
Ash berpihak kepada Muawiyah. Dia pun mengajak anaknya, Abdullah bin
Amr, untuk turut serta bersamanya membela Muawiyah.
Demikianlah,
Abdullah berangkat demi ketaatannya terhadap sang ayah. Namun ia
berjanji takkan pernah memanggul senjata dan tidak akan berperang dengan
seorang Muslim pun.
Pada
suatu hari, ketika ia sedang duduk-duduk dengan beberapa sahabatnya di
Masjid Rasul, lewatlah Husein bin Ali bin Abi Thalib. Mereka pun
bertukar salam. Tatkala Husein berlalu, berkatalah Abdullah kepada
orang-orang di sekelilingnya, "Sukakah kalian aku tunjukkan penduduk
bumi yang paling dicintai oleh penduduk langit? Dialah yang baru saja
lewat di hadapan kita tadi, Husein bin Ali. Semenjak Perang Shiffin, ia
tak pernah berbicara denganku. Sungguh ridhanya terhadap diriku, lebih
kusukai dari barang berharga apa pun juga."
Abdullah
berunding dengan Abu Said Al-Khudri untuk berkunjung kepada Husein.
Demikianlah, akhirnya kedua orang mulia itu bertemu di muka rumah
Husein. Abdullah bin Amr terlebih dahulu membuka percakapan, hingga
menjurus ke Perang Shiffin.
Husein mengalihkan pembicaraan ini sambil bertanya, "Apa yang membawamu hingga kau ikut berperang di pihak Muawiyah?"
Abdullah
menjawab, "Pada suatu hari, aku diadukan bapakku Amr bin Ash menghadap
Rasulullah SAW. Kata bapakku, 'Abdullah ini puasa setiap hari dan
beribadah setiap malam.' Rasulullah berpesan kepadaku, 'Hai Abdullah,
shalat dan tidurlah, serta berpuasa dan berbukalah, dan taatilah
bapakmu!' Maka sewaktu Perang Shiffin itu, bapakku mendesakku dengan
keras agar ikut bersamanya. Aku pun pergi, tetapi demi Allah aku tidak
pernah menghunus pedang, melemparkan tombak atau melepaskan anak panah!"
Tatkala
usianya mencapai 72 tahun, ia sedang berada di musholanya, beribadah
dan bermunajat. Tiba-tiba ada suara memanggil untuk melakukan perjanalan
jauh, yaitu perjalanan abadi yang takkan pernah kembali. Abdullah bin
Amr wafat dan menyusul mereka yang telah mendahuluinya menghadap Ilahi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar