===========================================================================================================================

Kamis, 07 Juni 2012


TAJRIBAH

Anugrah di Sisa Waktuku
 
Ibuku sering bercerita, sejak kecil dulu aku serting terlihat aneh. Berkali-kali aku jatuh, namun seakan sarafku telah mati rasa sehingga tidak mersakan sakit. Tapi kini ketika aku duduk di bangku MTS di sebuah pesantren putrid, semuanya menjadi terbalik. Jika dulu aku begitu kuat tetapi kini aku sangat rapuh.

Semuanya berawal dari kejadian ganjil yang menimpaku waktu itu. Aku tak sadarkan diri, dan teman-temanku, aku seperti dirasuki makhluk halus yang selalu berteriak-teriak
 Kepanasan saat dibacakan ayat-ayat Al Quran. Aku kesurupan. Barang kali ketika aku lalai dari dzikir dan pikiran tengah kosong. Sehingga dengan mudah setan menjajah jasad dan pikiranku. Kadang teman-temanku secara intensif memberikan terapui ruqyah, membacakan ayat-ayat AlQuran kepadaku. Kadan sadar kadang kambuh, begitu terus-menerus selama tiga bulan.

Tiga bulan didera derita, aku mulai membaik. Aku sembuh dan mungkin makhluk yang merasuki tubuhku sudah keluar. Akan tetapi derita itu meninggalkan efek yang cukup parah, aku kehilangan kotrol saraf ku. Aku bahkan tak tahu bagaiman cara melakukan hal-hal remeh seperti makan, minum, bicara, apalagi berjalan dan belajar. Seolah-olah aku seperti bayi yang baru lahir, Tak mampu berbuat apa-apa. Namun ada hal yang sangat kusyukuri, lisanku yang kelu masih bisa mengucapkan subhanallah, walhamdulillah”. Alhamdulillah…

Orang tuaku membawaku pulang agar aku bisa dirawat intensif. Berat rasanya meninggalkan pesantren, meninggalkan teman-teman yang selama ini menjag dan merawatku. Tapi aku sadar, aku tidak bisa terus-menerus merepotkan mereka.

Dari hasil diagnosa dokter, aku terkena serangan jantung akut dan epilepsy. Aku diharuskan beristirahat penuh selama enam bulan dari aktifitas yang berat. Selanjutnya, hari-hari kuhabiskan di rumah. Meski obat jalan rutin kuminum, tapi tetap saja penyakitku masih sering kambuh. Saat mendengar sesuatu yang mengagetkan, aku pingsan. Dan saat bangun aku lupa segalanya. Penyakitku benar-benar sudah parah. Bahkan menurut prediksi dokter umurku hanya tinggal tiga tahun lagi. Padahal saat itu umurku baru 13 tahun.

Dokter tidak salah , karena dia hanya memperkirakan, demi melihat penyakit jantung yang sedemikian parah, besar kemungkinan penderitanya hanya mampu bertahan sekian waktu. Tapi dalam hati aku yakin, hidup dan mati itu milik Allah. Bukan sesuatu yang silit bagi Nya untuk sekedar memulihkan jantungku seperti semula, jika itulah kehendakNya. Benar atau salah perkiraan medis tersebut, adalah kewajiban kita untuk berbekal sebanyak-banyaknya untuk bekal di akhirat nanti. Karena tak seorangpun tahu kapan ia akan mati. Bisa jadi sisa umur kita yang diperkirakan bisa lebih panjang dari orang yang sehat, tapi hari ini atau besok ia wafat.

Sekian lama di rumah tanpa kesibukan, aku mulai merindukan teman-teman. Kapan kiranya aku bisa berkumpul dan bercanda dengan mereka. Apalagi orang tuaku nsibuk bekerja. Praktis hari hariku teramat sepi dan membosankan.

Ada kejadian menggelikan waktu itu. Ada seorang lelaki yang sering mengunjungiku. Ia memintaku agar aku mau menikah dengannya. Aku bingung bercampur heran dibuatnya, harus bagaiman aku menjawab? Aku masih teramat muda, di samping aku menderita kronis yang dokterpun sudah pesimis. Orang tuaku belum tentu membolehkan Entahlah…laki-laki yang aneh. Apa yang dipikirannya, aku juga tidak tahu. Mungkin ia kasihan melihatku dan ingin membahagiakanku. Atau bisa juga kemungkinan lain. Tapi yang jelas tidak ada walimahan setelah itu.

Aku benar-benar merasa jemu. Aku sangat ingin kembali ke pesantren. Jikalau benar umurku tinggal tiga tahun, aku merasa sangat bahagia jika meninggalkan dunia ini dalam statusku sebagai thlabul ilmi, seorang pencari ilmu. Tapi aku akan sangat menyasal jika waktu yang tersisa hanya kuhabiskan dengan berada dir umah tanpa melakukan apa-apa.

Aku ngotot ingin kembali ke pesantren. Melihat kegigihanku, kedua orang tuakupun mengizinkannya. Dengan meminta pemakluman segala dari ustadz, akhirnya aku bisa kembali belajar. Aku merasa sangat bahagia, tapi bukan berarti penyakitku tidak kambuh. Setiap mendengar peluait, bel atau suara keras lain yang mengagetkan, aku pingsan. Saat aku sadar control sarafku hilang dan aku tak ingat apa-apa. Teman temanku punya cara unik untuk membuatku normal kembali, mereka membuatku pingsan lagi dan menyadarkanku. Dan hal itu terbukti ampuh. Lucu, seperti computer yang error yang harus di restart ulang supaya normal kembali. Tapi tak mengapa, aku bahagia bersama mereka, mereka begitu baik dan mengajarkanku banyak hal, memotivasi dan menghiburku.

Pingsan dan disadarkan lagi adalah sudah tradisi bagiku. Tapi teman-teman memakluminya. Banyak kakak-kakak mudabbirah(semacam OSIS) sering memberitahuku sebelum meniup peluit kegiatan agar aku menutup telinga terlebih dahulu.  Sebenranya aku malu diperlakukan seperti itu, tapi atk apalah, toh itu semua demi kebaikanku.

Hingga kini penyakitku belum juga sembuh. Tapi Allah masih memberi kesempatan kepadaku untuk mempelajari dienNya. Aku sangat bersyukur. Karena aku yakin masih banyak orang yang lebih menderita dari yang aku rasakan. Tapi ai mungkin tak mendaptkan kesempatan belajar islam seperti yang aku dapatkan. Juga, mungkin ia tak mempunyai teman-teman yang siap memberi bantuan.

Bagi saudaraku yang memiliki nasib seperti aku, tetaplah optimis. Jangan menyaerah. Jangan biarkan musibah atau kekurangan yang menimpa pada kita, membunuh semangat kita untuk meraih asa, merengkuh cita. Buat semua teman-teman dan astidzahku, kuserahkan balasan bagi kebaika kalian pada Allah, Jazakumullahu khoiron katsira, amin.

(akhwat, PP Khoiru Ummah, Salem, brebes)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar