TAJRIBAH
Anugrah di Sisa Waktuku
Ibuku sering bercerita, sejak kecil dulu aku serting
terlihat aneh. Berkali-kali aku jatuh, namun seakan sarafku telah mati rasa
sehingga tidak mersakan sakit. Tapi kini ketika aku duduk di bangku MTS di
sebuah pesantren putrid, semuanya menjadi terbalik. Jika dulu aku begitu kuat
tetapi kini aku sangat rapuh.
Semuanya berawal
dari kejadian ganjil yang menimpaku waktu itu. Aku tak sadarkan diri, dan
teman-temanku, aku seperti dirasuki makhluk halus yang selalu berteriak-teriak
Kepanasan saat dibacakan ayat-ayat Al Quran.
Aku kesurupan. Barang kali ketika aku lalai dari dzikir dan pikiran tengah
kosong. Sehingga dengan mudah setan menjajah jasad dan pikiranku. Kadang
teman-temanku secara intensif memberikan terapui ruqyah, membacakan ayat-ayat
AlQuran kepadaku. Kadan sadar kadang kambuh, begitu terus-menerus selama tiga
bulan.
Tiga bulan
didera derita, aku mulai membaik. Aku sembuh dan mungkin makhluk yang merasuki
tubuhku sudah keluar. Akan tetapi derita itu meninggalkan efek yang cukup
parah, aku kehilangan kotrol saraf ku. Aku bahkan tak tahu bagaiman cara
melakukan hal-hal remeh seperti makan, minum, bicara, apalagi berjalan dan
belajar. Seolah-olah aku seperti bayi yang baru lahir, Tak mampu berbuat
apa-apa. Namun ada hal yang sangat kusyukuri, lisanku yang kelu masih bisa
mengucapkan subhanallah, walhamdulillah”. Alhamdulillah…
Orang tuaku
membawaku pulang agar aku bisa dirawat intensif. Berat rasanya meninggalkan
pesantren, meninggalkan teman-teman yang selama ini menjag dan merawatku. Tapi
aku sadar, aku tidak bisa terus-menerus merepotkan mereka.
Dari hasil
diagnosa dokter, aku terkena serangan jantung akut dan epilepsy. Aku diharuskan
beristirahat penuh selama enam bulan dari aktifitas yang berat. Selanjutnya, hari-hari
kuhabiskan di rumah. Meski obat jalan rutin kuminum, tapi tetap saja penyakitku
masih sering kambuh. Saat mendengar sesuatu yang mengagetkan, aku pingsan. Dan
saat bangun aku lupa segalanya. Penyakitku benar-benar sudah parah. Bahkan
menurut prediksi dokter umurku hanya tinggal tiga tahun lagi. Padahal saat itu
umurku baru 13 tahun.
Dokter tidak
salah , karena dia hanya memperkirakan, demi melihat penyakit jantung yang
sedemikian parah, besar kemungkinan penderitanya hanya mampu bertahan sekian
waktu. Tapi dalam hati aku yakin, hidup dan mati itu milik Allah. Bukan sesuatu
yang silit bagi Nya untuk sekedar memulihkan jantungku seperti semula, jika
itulah kehendakNya. Benar atau salah perkiraan medis tersebut, adalah kewajiban
kita untuk berbekal sebanyak-banyaknya untuk bekal di akhirat nanti. Karena tak
seorangpun tahu kapan ia akan mati. Bisa jadi sisa umur kita yang diperkirakan
bisa lebih panjang dari orang yang sehat, tapi hari ini atau besok ia wafat.
Sekian lama di
rumah tanpa kesibukan, aku mulai merindukan teman-teman. Kapan kiranya aku bisa
berkumpul dan bercanda dengan mereka. Apalagi orang tuaku nsibuk bekerja.
Praktis hari hariku teramat sepi dan membosankan.
Ada kejadian menggelikan waktu itu. Ada seorang lelaki yang
sering mengunjungiku. Ia memintaku agar aku mau menikah dengannya. Aku bingung
bercampur heran dibuatnya, harus bagaiman aku menjawab? Aku masih teramat muda,
di samping aku menderita kronis yang dokterpun sudah pesimis. Orang tuaku belum
tentu membolehkan Entahlah…laki-laki yang aneh. Apa yang dipikirannya, aku juga
tidak tahu. Mungkin ia kasihan melihatku dan ingin membahagiakanku. Atau bisa
juga kemungkinan lain. Tapi yang jelas tidak ada walimahan setelah itu.
Aku benar-benar
merasa jemu. Aku sangat ingin kembali ke pesantren. Jikalau benar umurku
tinggal tiga tahun, aku merasa sangat bahagia jika meninggalkan dunia ini dalam
statusku sebagai thlabul ilmi, seorang pencari ilmu. Tapi aku akan sangat
menyasal jika waktu yang tersisa hanya kuhabiskan dengan berada dir umah tanpa
melakukan apa-apa.
Aku ngotot ingin
kembali ke pesantren. Melihat kegigihanku, kedua orang tuakupun mengizinkannya.
Dengan meminta pemakluman segala dari ustadz, akhirnya aku bisa kembali
belajar. Aku merasa sangat bahagia, tapi bukan berarti penyakitku tidak kambuh.
Setiap mendengar peluait, bel atau suara keras lain yang mengagetkan, aku
pingsan. Saat aku sadar control sarafku hilang dan aku tak ingat apa-apa. Teman
temanku punya cara unik untuk membuatku normal kembali, mereka membuatku
pingsan lagi dan menyadarkanku. Dan hal itu terbukti ampuh. Lucu, seperti
computer yang error yang harus di restart ulang supaya normal kembali. Tapi tak
mengapa, aku bahagia bersama mereka, mereka begitu baik dan mengajarkanku
banyak hal, memotivasi dan menghiburku.
Pingsan dan
disadarkan lagi adalah sudah tradisi bagiku. Tapi teman-teman memakluminya.
Banyak kakak-kakak mudabbirah(semacam OSIS) sering memberitahuku sebelum meniup
peluit kegiatan agar aku menutup telinga terlebih dahulu. Sebenranya aku malu diperlakukan seperti itu,
tapi atk apalah, toh itu semua demi kebaikanku.
Hingga kini
penyakitku belum juga sembuh. Tapi Allah masih memberi kesempatan kepadaku
untuk mempelajari dienNya. Aku sangat bersyukur. Karena aku yakin masih banyak
orang yang lebih menderita dari yang aku rasakan. Tapi ai mungkin tak
mendaptkan kesempatan belajar islam seperti yang aku dapatkan. Juga, mungkin ia
tak mempunyai teman-teman yang siap memberi bantuan.
Bagi saudaraku
yang memiliki nasib seperti aku, tetaplah optimis. Jangan menyaerah. Jangan
biarkan musibah atau kekurangan yang menimpa pada kita, membunuh semangat kita
untuk meraih asa, merengkuh cita. Buat semua teman-teman dan astidzahku,
kuserahkan balasan bagi kebaika kalian pada Allah, Jazakumullahu khoiron
katsira, amin.
(akhwat, PP
Khoiru Ummah, Salem, brebes)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar