===========================================================================================================================

Senin, 28 Mei 2012


USWAH
ZAID BIN TSABIT AL ANSHARI
 

Bersama kawan kawan sejawatnya ia menghadap Rasulullah yang tengah mempersiapkan pasukan  perang Badar. Mereka membawa senjata masing-masing; adyang membawa panah , ada yang membawa tombak, dan ada yang membawa pedang. Mereka semua hendak memohon kepada Nabi supaya diikutkan dalam memerangi musuh-musuh Allah, berjihad fiesabilillah

Sebagian dari mereka diizinkan Nabi namun sebagian yang lain tidak beliau perkenankan. Termasukyang mesti pulang dengan berat hati adalah adalah anak yang belum genap usia 13 tahun itu. Dia membawa sebilah pedang yang melebihi tinngi badannya. Dialah  si anak yatim Zaid bin Tsabit Al Anshari.

Menjelang pemberangkatan pasukan ke medan Uhud, beersama teman-temannya di medan Uhud, bersam teman-temannya yang belum diizinkan Nabi saat perang Badar, Zaid menghadap beliau lagi. Masih dengan misi yang sama; memohon izin supaya diperkenankan ikut memerangi musuh-musuh Allah. Nabi melihat mereka masih terlalu muda dan tulang tubuh mereka masih terlalu lemah. Sekali lagi beliau tidak mengizinkan mereka.

Sejak mendapatkan hidayah dari Allah untuk memeluk Islam, Zaid selalu berada di dekat Nabi. Ia dengan kepandaiannya membaca dan menulis diangkat oleh Nabi sebai sekretaris beliau. Jika ada wahyu yang turun, Nabi membacakan dan mendiktekannya kepada Zaid supaya ditulisnya. Tulisannya indah dan gampang dibaca.

Nabi yang senantiasa memberi perhatian penuh kepada orang-orang yang berada di sekitarnya melihat ada potensi besar yang dimiliki oleh Zaid. “Jika kamu mau, cobalah untuk memehami bahasa Ibrani. Selama ini Aku tidak percaya kepada orang-orang Yahudi yang aku mintai tolong untuk menerjemahkan dan menulis surat-suratberbahasa Ibrani yang hendak aku kirim ke luar Madinah,”sabda beliau saat itu.

Zaid mengerti, Kesempatan tidak dating dua kali. Pun ia mengerti bahwa tidak semua orang dianugrahi Allah kecerdasan diatas rata-rata. Maka dengan bersemangat Zaid mempelajari bahasa Ibrani. Dan hanya dalam setengah bulan ia telah menguasainya. Sejak saat itu, dialah yang mendapatkan tugas untuk membaca, menerjemahkan, dan menulis surat-surat berbahasa Ibrani.

Rasulpun kagum atas kemampuan Zaid ini. Maka beliau menyarankan Zaid untuk mempelajari bahasa Suryani. Seperti sebelumnya, dalam waktu singkat iapun menguasainya dengan baik. Tepatnya, ia menguasainya dalam tempo 17 hari.

PenguasaanZaid terhadap dua bahasa: Ibrani dan Suryani selain bahasa Arab, jelas memperlancar hubungan yang dijalin oleh Rasulullah dengan para penguasa di berbagai belahan tanah Arab dan sekitarnya saat itu.

Dan Zaid tidak hanya pintar menulis. Diapun faqih terhadap apa yang ditulisnya. Kefaqihan Zaid terhadap apa yang ditulisnya itu terbukti pada hari Saqifah saat Muhajirin dan Anshar bersengketa tentang siapa yang menggantikan kedudukan Nabi dalam memimpin umat. Masing-masing merasa lebih berhak untuk menggantikan beliau. Disaat itulah Zaid tampil memberikan jalan keluar. Katanya,”Wahai sekalian Shahabat Anshar, kita tahu bahwa Rasulullah adalah salah satu Muhajirin dan kita adalah Anshar yang telah berjanji untuk membantu kaum Muhajirin. Selayaknya pengganti beliau  adalah dari kalangan Muhajirn pula dan kita tetap menjadi Anshar.”

Setelah mengucapkan itu Zaid bin Tsabit mengangkat tangan Abu Bakar As-shidiq dan membaiatnya menjadi Khalifah pengganti Nabi. Para sahabat Anshar yang telah dibuka pintu hatinya oleh Allah pun mengikuti apa yang telah dilakukan oleh Zaid. Zaid telah menyelamatkan dengan taufiq dari Allah ummat dari perpecahan yang nyaris terjadi.

Pasca perang yamamah, puluhan shahabat penghafal Al Qur’an menemui ajal sebagai syuhada’. Hal ini dipandang oleh shahabat Umar sebagai awal petaka jika tidak disiakapi dengan tepat. Bisa-bisa Al Qur’an pergi bersamaan dangan kepergian mereka ke alam baka. Maka Umar menguslkan kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan dan membukukan Al Qur’an. Abu Bakar enggan melakukan sesuatu yang tidak dilakukan Nabi. Namun setelah mendapatkan penjelasan dari Umar, Abu Bakar pun menerima usulan Umar. Mereka berdua sepakat untuk menunjuk Zaid bin Tsabit untuk  yang selama ini telah menjadi sekretaris Nabi dan penulis wahyu untuk melaksanakn amanah besar ini.

Seperti halnya Abu Bakar awalnya Zaid pun menolak untuk melaksanakan rencana pembukuan Al Qur’an tersebut. Katanya, “Bagaimana mungkin aku melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan rasulullah?”

Setelah mendapatkan penjelasan dari Abu Bakar dan Umar, hati Zaid pun terbuka, meski ia berkata, “ Demi Allah, seandainya mereka memintaku untuk memindahkan gunung dari tempatnya, akan lebih mudah kurasa daripada perintah untuk menghimpun Al Qur’an.”

Zaid Khawatir jika ada kesalahan sekecil apapun dalam menuliskan ayat atau surat  seperti yang pernah dituntunkan oleh Rasulullah. Zaid bewruntung, usulan shahabat Umar ini keluar di saat masih banyak shahabat yang bisa dijadikan referensi dalam penulisan dan penyusunan Al Qur’an ini. Dengan giat Zaid mengumpulkan tulisan-tulisan yang dulu pernah ditulisnya, juga yang ditulis oleh shahabat yang lain, selainmeminta para shahabat penghafal Al qur’an yang masih ada untuk mengoreksinya jika terjadi kekeliruan. Akhirnya dengan izin Allah, Zaid berhasil melaksanakan tugas mulia dan penting itu. Ar-Dk   


Tidak ada komentar:

Posting Komentar