===========================================================================================================================

Senin, 28 Mei 2012


Uswah

Lembut Hati Abu Tholhah
 

“Sebenarnya aku juga berhasrat untuk membinamahligai rumah tangga bersamamu, dan lamaran orang sepertimu tidak pantas untuk ditolak, Hanya saja kamu adalah seorang kafir. Andai saja kamu masuk Islam, maka itulah mahar yang aku minta dan aku tidak minta mahar selain itu”.

Kalimat ini diucapkan oleh Ummu Sulaim ketika dilamar oleh Abu Tholhah yang masih kafir. Pucuk dicinta ulampun tiba. Hati Abu Tholhah yang sudah kepincut kepada Islam sejak Dien mulia itu tumbuh di Yatsrib(Madinah)segera memenuhi sewruan Allah itu. Maka Abu Tholhah masu Islam dan menikahi Ummu Sulaim.

Abu Thalhah atau Zaid bin Sahal Annajiry bersungguh-sungguh dalam mempelajari dan mengamalkan Islam. Kesungguhannya tercermin dari kenyataan bahwa dialah yang terpilih dari 12 orang yang hadir dan mengikat janji setia pada baiat Aqabah kedua. Abu Thalhah bersama shahabat Anshar lainnya berjanji untuk menerima dan membela Nabi Muhammad dari ancaman orang-orang musrik makkah sampai titik darah penghabisan.

Dan Abu Thalhah benar-benar membuktikan sumpah setianya itu.

Dengan gagah berani Abu Thalhah berlaga di medan Badar, ia tidak mau ketinggalan di medan Uhud. Di sanalah ia tidak sedikitpun beranjak jauh dari Rasulullah. Abu Thalhah terus-menerus melindungi dada Rasulullah dengan dirinya dari incaran anak panah orang-orang musyrik.

Selain keahliannya dalam memanah dan memainkan pedang, Abu Thalhah juga mendapat pengakuan dari Nabi berkenaan dengan suaranya yang lantang menggelegar. Nabi pernah bersabda, “ Suara  seorang Abu Thalhah lebih menggetarkan orang-orang musryik daripada suara sekelompok orang.”

Dikalangan shahabat Anshar, Abu Thalhah dikenal shahabat yang kaya raya. Tidak ada kebun kurma seluas dan sesubur milik Abu Thalhah. Pohonnya rimbun, buahnya subur dan banyak. Siapapun yang melihat kebun tersebut, tentu berdecak kagum. Ada kisah menarik dari kebun kurma Abu Thalhah.

Suatu hari, ketika Abu Thalhah sedang melakukan shalat sunnah dibawah sebatang pohon kurma yang rindang, kekusyukannya terganggu oleh seekor burung berwarna hijau, berparuh merah, dan kedua kakinya indah berwarna. Burung itu melompat dari dahan ke dahan, berkicau merdu dan menari-nari dengan riangnya. Sepertinya burung itu tengah menikmati rindangnya dedaunan dan ranumnya buah kurma milik Abu Thalhah.

Dalam shalatnya Abu Thalhah tidak bisa melepaskan kekagumannya terhadap burung itu. Dia membca tasbih dan berusaha khusyuk’. Tetapi pikirannay tidak bisa lepas dari burung itu. Dus, Abu Thalhah tidak menyadari sudah berapa rakaat dia shalat. Ia lupa sama sekali. !

Selesai shalat, Abu Thalhah bergegas menemui Rasulullah dan menceritakan peristiwa yang baru saja dialaminya. Ia juga menuturkan burung yang menari-nari ketika ia sedang shalat.

Rasulullah hanya tersenyum mendengar penuturan Abu Thalhah. Senyuman itu sangat berarti bagi Abu Thalhah. Kelembutan hatinya menjadikan ia mengerti dan merasa bahwa dirinya sedang disindir. Bagaimana bisa kekhusyu’annya dalam beribadah kepada Allah bisa dikalahkan dengan seekor burung.

Abu Thalhah mengikat janji dalam hatinya.,”Ini tidak boleh terjadi lagi,” katanya.

Lalu Abu Thalhahberkata,”Wahai Rasulullah, Saksikanlah!kebun itu aku sedekahkan di jalan Allah. Pergunakanlah sesuai kehendak Allah dan RasulNya.”

Demikian kisah kebun kurma Abu Thalhah.

Ada juga kisah menarik tentang istrinya selain mahar yang dimintanya. Abu Thalhah di karuniai seorang anak dari Ummu Sulaim. Anak itu sangat disayangi dan dicintainya. Disela-sela kesibukannya berjihad dan mengurus ekonomi rumah tangga, Abu Thalhah selalu menyempatkan diri untuk mendidik puteranya atau sekedar bermain-main dengannya.

Suatu hari Abu Thalhah pulang dari aktivitas rutinnya, namun tidak mendapati puteranya yang biasa menunggunya di depan pintu. Abu Thalhah menanyakan kepada isterinya.

“Ada di kamarnya” jawab isterinya.

Dari kejauhan Abu Thalhah melihat anaknya semata wayangnya terpejam terpejamdibalut selimut. Tenag sekali tidurnya, piker Abu Thalhah.

Malam itu Ummu Sulaim mempercantik dirinya melebihi malam-malam biasanya. Dan Abu Thalhah memahami ajakan istri tercintanya itu. Begitulah tidak ada malam tidak ada malam yang lebih indah bagi mereka berdua melebihi malam pertama sejak malam pertama.

“Bagaimana pendapatmu, wahai Abu Thalhah, jika pinjaman seseorang kepada kita diminta oleh yang memilikinya?” Tanya Ummu Sulaim memulai pembicaraan.

“Tentu saja, akan kuserahkan dengan segenap kerelaan,” Jawab Abu Thalhah.

“ Ketahuilah, sebenarnya putera semata wayangmu yang merupakan anak semata wayangmu yang merupakan titipan dari Allah diminta oleh yang memilikinya. Putera kita meninggalkan kita untuk selama-lamanya.”
Dengan tegar Ummu Sulaim mengungkap kejadian yang sebenarnya.

Abu Thalhah belum sempat berkata-kata ketika Ummu sulaim melanjutkan ucapanya,”Aku berharap dengan apa yang telah kita lakukan ini, Allah menganugerahkan kepada kita putera yang lebih baik.”

Dalam hati Abu Thalhah memuji keshalihan isteri tercintanya yang segera direngkuhnya.

Abu Thalhah wafat pada tahun 34 H. Hari itu Madinah ditinggal seorang dermawan yang lembut hati. Kaum muslimin menshalatinya dengan diimami langsung oleh khalifah  Utsman bin Affan..

Semoga Allah meridhainya. Amin. Arr-Dk


Tidak ada komentar:

Posting Komentar