Uswah
Lembut Hati Abu Tholhah
“Sebenarnya aku juga berhasrat untuk membinamahligai
rumah tangga bersamamu, dan lamaran orang sepertimu tidak pantas untuk ditolak,
Hanya saja kamu adalah seorang kafir. Andai saja kamu masuk Islam, maka itulah
mahar yang aku minta dan aku tidak minta mahar selain itu”.
Kalimat ini diucapkan oleh Ummu Sulaim ketika dilamar oleh
Abu Tholhah yang masih kafir. Pucuk dicinta ulampun tiba. Hati Abu Tholhah yang
sudah kepincut kepada Islam sejak Dien mulia itu tumbuh di Yatsrib(Madinah)segera
memenuhi sewruan Allah itu. Maka Abu Tholhah masu Islam dan menikahi Ummu
Sulaim.
Abu Thalhah atau Zaid bin Sahal Annajiry bersungguh-sungguh
dalam mempelajari dan mengamalkan Islam. Kesungguhannya tercermin dari
kenyataan bahwa dialah yang terpilih dari 12 orang yang hadir dan mengikat
janji setia pada baiat Aqabah kedua. Abu Thalhah bersama shahabat Anshar
lainnya berjanji untuk menerima dan membela Nabi Muhammad dari ancaman
orang-orang musrik makkah sampai titik darah penghabisan.
Dan Abu Thalhah benar-benar membuktikan sumpah setianya itu.
Dengan gagah berani Abu Thalhah berlaga di medan
Badar, ia tidak mau ketinggalan di medan
Uhud. Di sanalah ia tidak sedikitpun beranjak jauh dari Rasulullah. Abu Thalhah
terus-menerus melindungi dada Rasulullah dengan dirinya dari incaran anak panah
orang-orang musyrik.
Selain keahliannya dalam memanah dan memainkan pedang, Abu
Thalhah juga mendapat pengakuan dari Nabi berkenaan dengan suaranya yang
lantang menggelegar. Nabi pernah bersabda, “ Suara seorang Abu Thalhah lebih menggetarkan
orang-orang musryik daripada suara sekelompok orang.”
Dikalangan shahabat Anshar, Abu Thalhah dikenal shahabat
yang kaya raya. Tidak ada kebun kurma seluas dan sesubur milik Abu Thalhah.
Pohonnya rimbun, buahnya subur dan banyak. Siapapun yang melihat kebun
tersebut, tentu berdecak kagum. Ada
kisah menarik dari kebun kurma Abu Thalhah.
Suatu hari, ketika Abu Thalhah sedang melakukan shalat
sunnah dibawah sebatang pohon kurma yang rindang, kekusyukannya terganggu oleh
seekor burung berwarna hijau, berparuh merah, dan kedua kakinya indah berwarna.
Burung itu melompat dari dahan ke dahan, berkicau merdu dan menari-nari dengan
riangnya. Sepertinya burung itu tengah menikmati rindangnya dedaunan dan
ranumnya buah kurma milik Abu Thalhah.
Dalam shalatnya Abu Thalhah tidak bisa melepaskan
kekagumannya terhadap burung itu. Dia membca tasbih dan berusaha khusyuk’.
Tetapi pikirannay tidak bisa lepas dari burung itu. Dus, Abu Thalhah tidak
menyadari sudah berapa rakaat dia shalat. Ia lupa sama sekali. !
Selesai shalat, Abu Thalhah bergegas menemui Rasulullah dan
menceritakan peristiwa yang baru saja dialaminya. Ia juga menuturkan burung
yang menari-nari ketika ia sedang shalat.
Rasulullah hanya tersenyum mendengar penuturan Abu Thalhah.
Senyuman itu sangat berarti bagi Abu Thalhah. Kelembutan hatinya menjadikan ia
mengerti dan merasa bahwa dirinya sedang disindir. Bagaimana bisa
kekhusyu’annya dalam beribadah kepada Allah bisa dikalahkan dengan seekor
burung.
Abu Thalhah mengikat janji dalam hatinya.,”Ini tidak boleh
terjadi lagi,” katanya.
Lalu Abu Thalhahberkata,”Wahai Rasulullah, Saksikanlah!kebun
itu aku sedekahkan di jalan Allah. Pergunakanlah sesuai kehendak Allah dan
RasulNya.”
Demikian kisah kebun kurma Abu Thalhah.
Ada
juga kisah menarik tentang istrinya selain mahar yang dimintanya. Abu Thalhah
di karuniai seorang anak dari Ummu Sulaim. Anak itu sangat disayangi dan
dicintainya. Disela-sela kesibukannya berjihad dan mengurus ekonomi rumah
tangga, Abu Thalhah selalu menyempatkan diri untuk mendidik puteranya atau
sekedar bermain-main dengannya.
Suatu hari Abu Thalhah pulang dari aktivitas rutinnya, namun
tidak mendapati puteranya yang biasa menunggunya di depan pintu. Abu Thalhah
menanyakan kepada isterinya.
“Ada
di kamarnya” jawab isterinya.
Dari kejauhan Abu Thalhah melihat anaknya semata wayangnya
terpejam terpejamdibalut selimut. Tenag sekali tidurnya, piker Abu Thalhah.
Malam itu Ummu Sulaim mempercantik dirinya melebihi
malam-malam biasanya. Dan Abu Thalhah memahami ajakan istri tercintanya itu.
Begitulah tidak ada malam tidak ada malam yang lebih indah bagi mereka berdua
melebihi malam pertama sejak malam pertama.
“Bagaimana pendapatmu, wahai Abu Thalhah, jika pinjaman
seseorang kepada kita diminta oleh yang memilikinya?” Tanya Ummu Sulaim memulai
pembicaraan.
“Tentu saja, akan kuserahkan dengan segenap kerelaan,” Jawab
Abu Thalhah.
“ Ketahuilah, sebenarnya putera semata wayangmu yang
merupakan anak semata wayangmu yang merupakan titipan dari Allah diminta oleh
yang memilikinya. Putera kita meninggalkan kita untuk selama-lamanya.”
Dengan tegar Ummu Sulaim mengungkap kejadian yang
sebenarnya.
Abu Thalhah belum sempat berkata-kata ketika Ummu sulaim
melanjutkan ucapanya,”Aku berharap dengan apa yang telah kita lakukan ini,
Allah menganugerahkan kepada kita putera yang lebih baik.”
Dalam hati Abu Thalhah memuji keshalihan isteri tercintanya
yang segera direngkuhnya.
Abu Thalhah wafat pada tahun 34 H. Hari itu Madinah
ditinggal seorang dermawan yang lembut hati. Kaum muslimin menshalatinya dengan
diimami langsung oleh khalifah Utsman
bin Affan..
Semoga Allah meridhainya. Amin. Arr-Dk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar