Abu Bakar Ash-Shiddiq (632-634 M) Sang Pembela Rasulullah
Abu Bakar
termasuk pelopor kaum Muslimin pertama, As-Sabiqunal Awwalun, para
pendahulu. Ia adalah orang yang memercayai Rasulullah di saat banyak
orang menganggap beliau gila. Abu Bakar termasuk orang yang siap
mengorbankan nyawanya, di saat banyak orang hendak membunuh Rasulullah.
Nama
awal Abu Bakar adalah Abdullah bin Abu Quhafah. Dalam lembaran sejarah
disebutkan nama ayahnya adalah Abu Quhafah. Ini pun bukan nama
sebenarnya. Utsman bin Amir demikian nama lain dari Abu Quhafah. Abu
Bakar lahir pada 573 Masehi, lebih muda sekitar tiga tahun dari Nabi
Muhammad.
Sebelum
masuk Islam, ia dipanggil dengan sebutan Abdul Ka’bah. Ada cerita
menarik tentang nama ini. Ummul Khair, ibunda Abu Bakar sebelumnya
beberapa kali melahirkan anak laki-laki. Namun setiap kali melahirkan
anak laki-laki, setiap kali pula mereka meninggal. Sampai kemudian ia
bernazar akan memberikan anak laki-lakinya yang hidup untuk mengabdi pad
Ka’bah. Dan lahirlah Abu Bakar.
Setelah
Abu Bakar lahir dan besar ia diberi nama lain; Atiq. Nama ini diambil
dari nama lain Ka’bah, Baitul Atiq yang berarti rumah purba. Setelah
masuk Islam, Rasulullah memanggilnya dengan sebutan Abdullah. Nama Abu
Bakar sendiri konon berasal dari predikat pelopor dalam Islam. Bakar
berarti dini atau awal.
Suatu
hari Abu Bakar ingin berangkat berdagang ke wilayah Thaif bersama rekan
bisnisnya, Hakim bin Hizam—keponakan Khadijah. Tiba-tiba sesorang
datang menemuinya. Orang itu berkata kepada Hakim, “Bibimu Khadijah
mengaku suaminya menjadi nabi sebagaimana Musa. Ia sungguh telah
mengabaikan tuhan-tuhan.”
Selanjutnya
Abu Bakar berpikir. Ia orang yang paling mengerti tentang Muhammad Saw.
Sebelum sesuatu terjadi, ia harus menemui beliau untuk memastikan
berita tersebut. Setelah itu barulah ia akan menentukan sikap.
Abu
Bakar mendatangi Rasulullah Saw. Ia berusaha mengingat kembali semua
kisah tentang sahabatnya itu. Ia yakin, sahabatnya tidaklah seperti
orang-orang Quraisy kebanyakan. Sahabatnya bukanlah orang yang
mengagungkan berhala-berhala yang disembah oleh orang-orang Quraisy. Di
masa mudanya tidak ada sifat kekanak-kanakan seperti halnya
pemuda-pemuda Quraisy dan ia mempunyai kebiasaan yang sangat berbeda
dengan kaumnya. Setiap tahun, ia menyendiri di Gua Hira selama sebulan
penuh.
Semua
gambaran dan bayangan itu bergelayut dalam ingatan Abu Bakar. Ia
mempercepat langkah untuk segera mengetahui kebenaran dari mulut
sahabatnya langsung. Lalu muncul dalam ingatan Abu Bakar tentang
keberkahan yang dialami kaum Bani Sa’ad saat Halimah As-Sa’diyah
mengambil beliau dalam susuannya menuju kampungnya. Abu Bakar juga
mengingat ulang pembicaraan Bukhaira, seorang pendeta yang mengingatkan
paman beliau Abu Thalib dari tipu daya Yahudi apabila mereka mengetahui
tentang anak kecil yang dibawanya.
Akhirnya
Abu Bakar sampai juga di rumah Muhammad Saw. Ia masuk menemui
sahabatnya dan langsung bertanya, “Apa yang sebenarnya terjadi dengan
berita yang telah aku dengar tentangmu? Apakah engkau mengira kaummu
mengakui kebenaran yang engkau katakan?”
“Wahai
Abu Bakar, maukah engkau kuceritakan sesuatu, apabila engkau rela aku
akan terima, namun jika tidak suka maka aku akan menyimpannya,” jawab
Muhammad.
Abu Bakar menjawab, “Ini telingaku, silakan katakan.”
Nabi
Saw membacakan beberapa ayat Al-Qur’an kepada Abu Bakar. Beliau juga
menceritakan kepadanya tentang wahyu yang turun dan peristiwa di Gua
Hira yang beliau alami. Jiwa Abu Bakar telah siap memercayainya, karena
kemudahan yang Allah berikan kepadanya dengan pertemanan dan ketulusan
pengenalan.
Tanpa
ragu, belum sampai Rasulullah Saw menyelesaikan ceritanya, Abu Bakar
berbisik lirih, “Aku bersaksi bahwa engkau orang yang jujur. Apa yang
engkau serukan adalah kebenaran. Sesungguhnya ini adalah kalam Allah.”
Setelah
itu, ia menemui Hakim bin Hizam dan berkata, “Wahai Abu Khalid,
kembalikanlah uangku, aku telah menemukan bersama Muhammad bin Abdullah
sesuatu yang lebih menguntungkan daripada perniagaan bersamamu.” Abu
Bakar mengambil hartanya dan berlalu.
Rasulullah
bukan tanpa alasan memilih Abu Bakar menjadi orang kedua setelah
dirinya. Suatu hari Rasulullah pernah mengabarkan tentang keutamaan
sahabat sekaligus mertua beliau ini. “Tak seorang pun yang pernah kuajak
masuk Islam yang tidak tersendat-sendat dengan begitu ragu dan
berhati-hati kecuali Abu Bakar. Ia tidak menunggu-nunggu atau ragu-ragu
ketika kusampaikan hal ini,” sabda Rasulullah Saw.
Hal
ini pula yang menyebabkan ia dilantik dengan gelar Ash-Shiddiq di
belakang namanya. Abu Bakar memang selalu membenarkan Rasulullah tanpa
sedikit pun keraguan. Pada peristiwa Isra’ Mikraj, Abu Bakar adalah
orang pertama yang percaya saat Rasulullah menyampaikan hal itu. Tanpa
setitik pun ada kebimbangan di benaknya.
Abu
Bakar memulai misi mulia dalam menyerukan agama Allah, sehingga berkat
tangannya, Allah memberikan hidayah-Nya kepada generasi pertama Islam
(As-Sabiqunal Awwalun), di mana dengan kesabaran dan kesungguhan mereka
membangun Islam.
Ia
mulai menyebarkan Islam kepada orang-orang di kaumnya yang ia percayai,
orang yang berteman dan duduk bersamanya. Sehingga banyak sekali yang
masuk Islam karenanya seperti Zubair bin Awwam, Utsman bin Affan,
Thalhah bin Ubaidillah, Sa’ad bin Abi Waqqash dan Abdurrahman bin Auf.
Mereka ini berangkat menemui Rasulullah ditemani Abu Bakar. Lalu beliau
menawarkan Islam kepada mereka, membacakan Al-Qur'an, menjelaskan
kebenaran Islam, hingga mereka beriman.
Betapa
mulianya Abu Bakar Ash-Shiddiq yang telah mengislamkan lima dari
sepuluh sahabat Nabi yang dijamin masuk surga. Umar berkata, “Abu Bakar
adalah junjungan kami dan telah memerdekakan junjungan kami, yakni
Bilal.”
Ibnu
Umar berkata, “Dahulu kami melakukan pemilihan kepada orang-orang pada
zaman Nabi Saw masih hidup siapakah yang terbaik, maka kami memilih Abu
Bakar dan kemudian Umar bin Khatab dan kemudian Utsman bin Affan.” (HR
Bukhari)
Abu
Bakar hanya sebentar memegang kendali pemerintahan Islam setelah
Rasulullah. Hari itu ia berniat untuk mandi. Udara amat dingin mencekam.
Suhu tubuhnya tiba-tiba memanas. Karena merasa janjinya dengan Allah
sudah dekat, Abu Bakar ingin menetapkan pengganti setelahnya.
Ia
meminta Abdurrahman bin Auf untuk datang. Ketika ditanyakan tentang
pribadi Umar bin Khatab, Abdurrahman menjawab, “Ya, Umar lebih tepat,
tetapi ia terlalu keras.”
“Ia keras karena melihatku lunak. Kalau urusan ini sudah berada di tangannya, ia akan lunak,” kata Abu Bakar.
Setelah
itu, Abu Bakar memanggil beberapa sahabat lainnya, baik dari kaum
Anshar maupun Muhajirin. Semua setuju untuk mengangkat Umar sebagai
pengganti Abu Bakar. Setelah semuanya bubar, Abu Bakar meminta Utsman
bin Affan untuk menulis apa yang didiktekannya. Abu Bakar berkata,
“Tuliskan Bismillahirrahmanirrahim. Inilah janji yang diminta Abu Bakar
kepada umat Islam...” tiba-tiba Abu Bakar pingsan.
Namun
Utsman meneruskan tulisannya: “Sesungguhnya aku mengangkat Umar bin
Khatab sebagai penggantiku atas kalian dan aku tidak mengabaikan
kebaikan untuk kalian...”
Abu
Bakar sadar kembali, lalu meminta Ustman membacakan apa yang dia tulis.
Mendengar apa yang dibaca Utsman, Abu Bakar bertakbir. “Engkau
menghawatirkan tadi aku akan meninggal sehingga engkau khawatir umat
akan berselisih (kalau tidak ada nama yang tertulis)?” tanya Abu Bakar.
Utsman
mengiyakan. Panas Abu Bakar kian meningkat. Pada Senin 22 Jumadil Akhir
13 Hijriyah Abu Bakar wafat. Pada detik-detik terakhir hidupnya, Abu
Bakar sempat menuliskan menuliskan sebuah wasiat yang diabadikan
sejarah.
Demikian
isinya: “Bismillahirrahmanirrahim. Inilah pesan Abu Bakar bin Abu
Quhafah pada akhir hayatnya dengan keluarnya dari dunia ini, untuk
memasuki akhirat dan tinggal di sana. Di tempat ini orang kafir akan
percaya, orang durjana akan yakin, dan orang yang berdusta akan
membenarkan. Aku menunjuk penggantiku yang akan memimpin kalian adalah
Umar bin Khatab.
Patuhi
dan taati dia. Aku tidak mengabaikan segala yang baik sebagai
kewajibanku kepada Allah, kepada Rasulullah, kepada agama, kepada
diriku, dan kepada kamu sekalian. Kalau dia berlaku adil, itulah
harapanku, dan itu pula yang kuketahui tentang dia. Tetapi kalau dia
berubah, maka setiap orang akan memetik hasil dari perbuatannya sendiri.
Yang kuhendaki ialah setiap yang terbaik dan aku tidak mengetahui
segala yang gaib. Dan orang yang zalim akan mengetahui perubahan yang
mereka alami.”
Semoga Allah menempatkannya pada sisi yang terbaik. Amin.
Sumber: Sejarah Para Khalifah karya Hepi Andi Bastoni
Tidak ada komentar:
Posting Komentar