Kisah Sahabat Nabi - Khulafaur Rasyidin: Umar bin Khathab (634-644 M) Pemimpin yang Adil (2)
Sejak
masuk Islam, Umarlah yang memprakarsai era keterbukaan dalam dakwah.
Dialah yang menancapkan tonggak Al-Faruq (pembeda antara yang hak dan
bathil). “Kami semua senantiasa mulia sejak Umar masuk Islam,” kenang
Ibnu Mas’ud sebagaimana diriwayatkan Al-Bukhari.
Ibnu
Mas’ud menambahkan, “Masuknya Umar dalam Islam adalah pembukaan.
Hijrahnya adalah kemenangan, kekuasaannya adalah rahmat. Sungguh kami
menyadari diri kami sebelumnya tidak mampu melaksanakan shalat di Ka’bah
hingga Umar masuk Islam. Ketika masuk Islam, ia memerangi mereka dan
membiarkan kami shalat.”
Shuhaib
bin Sinan juga berkomentar, “Ketika Umar bin Al-Khathab masuk Islam,
dakwah Islam muncul dan diserukan secara terang-terangan. Kami menjadi
leluasa duduk melingkar dan berthawaf di Ka’bah. Kami juga tertolong
dari siapa saja yang berlaku kasar kepada kami.”
Sa’ad
bin Abi Waqqash berkata, “Umar bin Al-Khathab meminta izin kepada
Rasulullah, sementara itu dalam majelis beliau banyak sekali
wanita-wanita Quraisy yang bicara kepada beliau dengan suara keras yang
melebihi suara beliau. Ketika Umar bin Al-Khathab meminta izin masuk,
maka mereka bangkit dan buru-buru mengenakan hijab (penutup seluruh
tubuh) kemudian Rasulullah mengizinkannya masuk, maka Umar masuk
sementara Rasulullah tertawa, maka ia berkata, ‘Semoga Allah membukakan
gigimu (untuk tertawa) wahai Rasulullah.”
Nabi
Saw bersabda, “Aku kagum dengan wanita-wanita yang berada dalam
majelisku ini, tatkala mereka mendengar suaramu maka dengan cepat
mengenakan hijabnya.”
Umar
berkata, “Padahal engkau paling berhak ditakuti oleh mereka, wahai
Rasulullah.” Kemudian Umar melanjutkan, “Wahai musuh-musuh diri kalian
sendiri, apakah kalian takut kepadaku dan tidak takut kepada Rasulullah
Saw?”
Mereka menjawab, “Ya, sebab engkau lebih tajam (kata-katanya) dan lebih keras dari Rasulullah Saw.”
Nabi
Saw bersabda, “Sudahlah wahai putra Al-Khathab, Demi Dzat yang jiwaku
ada pada-Nya, tidaklah syetan bertemu denganmu berjalan pada suatu jalan
yang sama kecuali ia mencari jalan selain jalanmu.” (HR
Bukhari-Muslim).
Kemuliaan
Umar tak hanya ada pada keberaniannya, tetapi juga pada kebenaran
dirinya. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah menjadikan kebenaran
pada lidah dan hati Umar.” (HR At-Tirmidzi).
Ketika
kebenaran berada pada lisan dan hatinya, ia menepati Tuhannya lebih
dari satu permasalahan. Umar pernah berkata, “Aku menepati Tuhanku pada
tiga permasalahan. Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, andaikan kita
menjadikan Maqam Ibrahim sebagai tempat shalat,’ maka turunlah ayat,
“…dan jadikanlah sebagian Maqam Ibrahim tempat shalat…” (QS Al-Baqarah:
125).
Peristiwa
kedua adalah turunnya ayat tentang hijab, aku (Umar) berkata, “Wahai
Rasulullah, seandainya engkau memerintahkan istri-istrimu untuk menutup
tubuh (mengenakan hijab) sebab yang berbicara dengan mereka adalah
orang baik dan juga orang yang keji,” maka turunlah ayat tentang hijab.
Ketiga
adalah ketika istri-istri beliau berkumpul karena sifat cemburu
terhadap beliau, maka aku (Umar) berkata, “Jika Nabi menceraikan kamu,
boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri yang lebih
baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang
bertaubat, yang mengerjakan ibadah, yang berpuasa, yang janda dan yang
perawan.” (QS At-Tahrim: 125), maka turunlah ayat ini.’
Sumber: Sejarah Para Khalifah karya Hepi Andi Bastoni
Tidak ada komentar:
Posting Komentar